Buku harian yang hilang Vol 2, Malinka


Dokter bilang, harusnya aku menyadari tanda-tandanya dari awal. Sebenarnya sangat sulit membedakan tahapan awal penyakit ini, karena apa-apa yang aku lupakan itu seperti hal yang biasa, setiap orang juga sering melupakan sesuatu kan? Kata dokter, harusnya ada orang yang menemaniku, maksudnya benar-benar tau akan prediksi kesehatanku. Ale tidak tau apa-apa, dia tidak tau kalau sakit yang diderita ibuku bisa bersifat turunan apalagi menyerang di usia muda. Yang mungkin bisa diandalkan cuma adikku, tapi Shelly tidak ada di sini, aku juga tidak berani cerita padanya karena sebenarnya aku takut kalau penyakitnya terdiagnosa, aku yakin hampir semuanya begitu, takut kalau tau ternyata ada yang salah dengan kesehatannya. Sekarang sudah terlambat, sangat terlambat.

Satu-satunya lagi orang yang tau dan sudah mempersiapkan matang-matang apa saja yang harus diurus kalau kondisi ini benar-benar terjadi padaku hanya suamiku Jusuf. Tapi Jusuf sudah meninggal, Jusuf jatuh dari ketinggian 6 lantai waktu memantau proyek pembangunan.

Aku sudah sering melihat kondisi para penderita Alzheimer di panti demensia, aku juga memainkan musik untuk mereka di sana. Rata-rata, pasien di sana sudah berada di tahapan parah, mereka tidak mengenali orang-orang di sekitar, keluarga, tidak mengenal diri sendiri, atau dia ingat punya seorang adik tapi tidak dapat mengenali wajah adiknya. Pandangan mereka semua tampak kosong, seperti meninggali tubuh yang sebenarnya sudah tidak memiliki nyawa. Setiap pulang dari sana, aku memikirkan Ale. Kalau suatu hari aku harus menjadi bagian dari panti itu, Ale bagaimana? Ale sama siapa? Jusuf sudah meninggal, dan yang terjadi padaku akan lebih dari sekadar kematian bagi Ale.

Ale sangat dekat dengan kami, dia jarang menerima ajakan main teman-temannya di hari minggu karena lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama kami. Sekarang hanya denganku. Aku masih ingat, aku masih bisa menceritakan apa yang kuingat di lembar-lembar selanjutnya karena semua sudah aku tulis rapi di buku ini, termasuk semua kegiatanku bersama Ale. Setiap hari aku baca, dan aku ingat-ingat lagi walau sebenarnya semakin terasa sulit mengingat tiap detailnya, sulit mengingat bagaimana suara tawa Ale dan Jusuf di hari-hari bahagia kami.

Buku harian ini mengenang memoriku jauh lebih baik dari kepalaku. Jadi kalau tidak bisa berharap ingatanku tidak hilang, aku harap buku harian ini yang jangan hilang. Supaya suatu hari nanti, jika ditemukan, Ale tau seberapa sayangnya aku dengan dia, seberapa khawatirnya aku dengan dia.

Untuk Aleon, Kalau suatu hari kamu menemukan buku ini dan ingatan ibu sudah semakin memburuk, ibu minta tolong agar kamu tetap mengingat ibu sebagai orang yang sama. Sebagai Malinka yang sama. Ibumu. Dari Malinka di hari ini, aku mewakili Malinka di masa depan untuk meminta maaf karena (mungkin) sudah melupakan kamu sebagai Aleon Loka Arsyanendra, anak kesayangan ibu. Ale, rasa sayang ibu tidak pernah berubah, semuanya masih di sini, dan selalu di sini. Ibu akan tetap menyayangi kamu sebagai Aleon Loka Arsyanendra walau Malinka di masa depan (mungkin) sudah tidak mengenali siapa nama itu. Aku akan selamanya menjadi ibumu, sampai kapanpun.