70; Happy birthday, Mama!


11 Aug 2007, 22.30PM Flashback scene

“You ready?” “YES!” “Let’s go! Take your apron.”

Derap kaki itu terdengar antusias menuruni anak tangga, melangkah dengan hati-hati sambil tangan mungilnya mencari tumpuan pada orang yang berjalan di depannya, Shaka kecil meremas ujung kaos milik sang Papa. Tepat jam 12 malam nanti adalah hari ulang tahun Mama. Anak laki-laki itu asyik merengek dari kemarin, katanya, “Papa, ayo kita bikin kejutan buat Mama!” Dengan bermodalkan buku-buku resep milik Mama dan sedikit bantuan dari google, dua lelaki itu siap bertempur di dalam dapur.

“Kocok 2 buah telur menggunakan mixer dengan kecepatan sedang selama 20 detik.” “Aku aku! Aku aja sini yang pake mixernya!” “Haha ok but let me finish the recipe first.”

Shaka fokus mendengarkan tuturan sang Papa yang matanya dari tadi tidak berpindah dari balik lembar buku resep. Mulutnya tidak berhenti mengunyah, sebab tangannya beberapa kali menyelinap meraih permen coklat dan remahan biskuit di atas meja.

“Shaka jangan dimakanin terus dong nanti cupcakenya ga cantik kalo kamu makanin terus topingnya.” “Oh hahaha iya nanti Mama nangis ya kalo cupcakenya botak.”

Lelaki itu tertawa sambil tangannya mengacak pelan rambut anak semata wayangnya yang saat ini ikut tersenyum manis kepadanya. Binar matanya cantik, bersinar bagaikan ada kerlipan bintang di dalamnya.

“Mata kamu mirip banget sama Mama. Kalo nanti Shaka udah gede terus mulai naksir sama cewe, kedipin aja cewenya biar dia naksir!” “Hihhhh Mama dulu suka ngedipin Papa ya makanya Papa naksir?” “Kalo itu, emang Mama yang kelewat cantik.”

Aroma manis mulai menyeruak masuk ke dalam indra penciuman, bunyi oven yang berdenting menandakan bahwa kue buatan dua lelaki itu segera siap disajikan. Dengan sisa-sisa tepung yang masih berserakan di atas meja, serta beberapa potongan biskuit yang jatuh ke lantai, kondisi dapur saat ini masih cukup terlihat manusiawi.

“Not bad. Shaka, high five!”

Shaka bersorak girang melihat 7 buah cupcake vanilla buatannya dan sang Papa mengembang dengan sempurna. Lalu memindahkan satu-persatu kue pada cooling rack dengan hati-hati. Dan menghiasnya secantik mungkin.

“Hayo, ga cukup kan topingnya kamu makanin terus dari tadi.” “Sst, bukan Shaka namanya kalo ga punya ide.”

Anak laki-laki itu pergi meninggalkan dapur dan kembali dengan membawa sebuah palet lukis di tangannya.

“Ini, aku ambil dari ruang lukis Mama, aku cuci dulu sebentar.”

Lelaki itu hanya mengangguk, memperhatikan anak laki-lakinya yang dari tadi sibuk sendiri. Shaka menyusun ketujuh cupcake pada ujung sisi palet membentuk huruf C, lalu mengisi bagian atasnya dengan whip cream warna-warni seolah menyerupai cat di atas palet lukis.

“PAPA LOOK! IT’S DONE!” “Wow wowww i already can see your mom’s smile right now. Good job little bear.” “Should we wake her up now?” “Cmon, 10 minutes left.”

Mereka berdua bergegas naik menuju kamar sang Mama, siap memamerkan ketujuh cupcake buatannya, lengkap dengan lilin-lilin kecil yang sudah menyala.

Pintu kamar terbuka, menampilkan seorang wanita dengan gaun tidur berwarna khaki yang tengah tertidur dengan tenang. Rambut panjang hitamnya terurai halus, bulu matanya yang lentik terpampang manis pada kedua matanya yang terpejam. Pelan-pelan Papa dan Shaka menghampiri Mama.

Happy birthday to you, happy birthday to you.” “Happy birthday happy birthday, happy birthday to you.” “Selamat ulang tahun Mama!” “Waaah apa ini hahaha did you guys made it?”

Wanita itu terbangun dengan senyum sumringah di bibirnya, menyambut dua lelaki kesayangannya ke dalam pelukannya.

“Lucu banget ini siapa yang inisiatif ditaro di atas palet kayak gini?” “Aku dong! Aku yang nyusun kuenya, aku yang punya ide, akuuu.” “Padahal kalo ga ada Papa juga kuenya ga akan jadi.” “Tapi tetep aja kalo bukan karena aku yang ngajakin Papa pasti Papa ga akan inisiatif. Wle.

Gelak tawa ketiganya terdengar menyusuri ruangan, dengan masing-masing tangan yang saling merangkul satu sama lain.

“Mama, do you see that C on the palette?” “Yes, does this have any meaning? “Of courseee! C are stands for Claudia, it’s you!”

Wanita itu tertegun sejenak, sebelum ia menarik kembali Shaka ke dalam pelukannya, menciumi ujung kepala anak lelaki satu-satunya dengan mata yang berkaca-kaca. “Thank you, it’s means a lot for me. I love you Shaka. I love you Papa.”

“Ayo sekarang kita sama-sama buat make a wish. Mama berdoa, Papa berdoa, Shaka juga berdoa. Nanti kita tiup lilinnya bareng-bareng.”

Suara gemuruh langit terdengar disaat ketiganya tengah memejamkan mata, saling mengucap doa di dalam hati. Bahkan, di hari yang istimewa ini langitpun seakan siap mendengarkan segala keinginan yang disampaikan.

“Tuhan, aku cuma pengen Mama bisa bareng-bareng terus sama aku dan Papa untuk waktu yaaang panjang, aku pengen terus dicium Mama tiap bangun tidur, aku pengen terus dimasakin Mama, aku pengen terus liat lukisan-lukisan Mama semakin banyak sampe ga ada tempat lagi. Amin. Aku sayang Mama.”