355; D-1
Gema dialog dari atas panggung menyiratkan ribuan pesan pada barisan penonton, panggung teater bukan hanya tempat sandiwara, layaknya berkomunikasi, ada kisah yang disampaikan oleh sebuah kisah dari atas panggung.
Setelah membaca pesan terakhir, 'sepuluh menit lagi kita sampai', Anjani menutup ponsel dan kembali menyaksikan riungan orang di atas panggung dari kursi penonton, dia memandangi panggung, menghela napas seakan oksigen di dalam sana menipis, mengingat kalau besok malam, panggung ini akan menjadi sarana untuk melarikan diri dari kekejaman isi kepala yang selama ini menyandera kebebasan.
Dia melihat Dylan sudah melambaikan tangan di tengah kerumunan anggota yang sudah lebih dulu hadir di sana, memberi sinyal jika ini sudah waktunya dia bersembunyi. Sambil berjalan meninggalkan kursi penonton, Anjani banyak-banyak mengucap doa semoga hari pementasan besok berjalan seperti apa yang telah ia saksikan pada gladi resik hari ini. The magic tumbled down from its stage and it was so beautiful, bangga, kagum, dan khawatir dalam satu waktu, dia tidak menyangka kalau rencananya benar-benar terjadi.
Beberapa menit kemudian Anjani mendengar suara orang-orang di dalam aula mendadak semakin ramai, tampaknya mereka yang sudah ada di sana tengah menyambut beberapa orang yang baru saja tiba. Dia tahu ada Aleon di salah satunya, rasanya ingin sekali berlari mengejutkannya setelah seharian ini belum sama sekali melihat lelaki itu, namun Anjani harus tetap bersembunyi di belakang panggung, hanya ditemani dua kotak berisi origami biru.
Untungnya dinding-dinding aula menyampaikan suara dari depan sana sampai ke telinganya dengan sangat baik, sehingga dia ikut merasa terajak ke dalam obrolan. Dia memainkan kertas-kertas origami di dalam kotak, meraup lalu melepaskannya lagi sembari mendengarkan satu per satu perwakilan anggota saling berganti menyampaikan pesan personal, mengucap banyak-banyak apresiasi bagi seluruh tim, juga kata terima kasih yang tiada habisnya terlempar untuk satu sama lain. Sebelum sampai pada puncak pementasan besok, berbagai hal patut dirayakan malam ini karena semuanya sudah bekerja keras di sepanjang 5 bulan terakhir.
Di depan sana, sekarang seluruh pasang mata sedang mengarah pada Aleon seperti lampu panggung yang menyoroti pemeran utama.
Ini gilirannya berbicara, dengan percaya diri menyampaikan apa-apa yang seharusnya ia ceritakan dari awal bersama senyuman tulusnya.
“I've been waiting for this day from the first time the plans were announced. Dulu ibu saya pernah buat pentas musik sederhana untuk anak-anak panti waktu gedung kesenian ini masih dikelola kota. Beliau bukan pemain cello yang hebat bagi semua orang, tapi bagi anak-anak panti yang menunggu permainan musiknya setiap minggu, ibu seorang pemusik yang luar biasa. This project means a lot to me more thank you think, karena lewat projek ini saya bisa ajak lagi ibu main ke tempat yang menyimpan satu memori berharganya, walau semua memorinya tentang gedung ini sekarang sudah gak ada lagi buat beliau. Ibu saya mengidap Alzheimer dini sejak 2014, dan terhitung dari 3 tahun lalu beliau sudah semakin kehilangan dirinya. Life goes very hard when your mother doesn't remember that you are her son. But it is what it is. Gedung seni ini memang kembali asing buat ibu, tapi pementasan besok bisa jadi memori pertama lagi untuk beliau, I think it's totally fine, she can still get all the joy, and this building still holds the happiness she once gave. Rumah cemara dan sanggar maheswara berarti banyak buat saya, terima kasih, terima kasih, dan terima kasih.”
Kini kisah Aleon pun berarti besar untuk banyak orang, untuk mereka yang sama-sama mengalami kehilangan, untuk mereka yang marah pada alur pilihan Tuhan, untuk mereka yang sedang dalam prosesnya belajar bagaimana cara mengikhlaskan. Ucapannya diakhiri oleh tepuk tangan yang diikuti lemparan kata apresiasi bertubi-tubi.
Bagaikan satu judul lagu semua aku dirayakan, hari ini ia dirayakan.
Dari belakang panggung, Anjani mendengar kalimat Aleon dengan kagum. Dia langsung melirik ke arah tumpukan kertas origami biru di dalam kotak dengan mata berkaca-kaca, Anjani masih ingat harapan pertama yang ia terbangkan melalui pesawat kertas pemberian Aleon. Lalu besok, kertas-kertas ini akan diterbangkan juga oleh banyak orang, they will all fly tomorrow, for everyone's hope and for everyone's freedom.