40; phone (hago) talk


Denting jarum jam yang berdetak, kini sudah hampir bergerak memasuki waktu tengah malam, menjadi satu-satunya suara yang menemani sunyi pada malam itu. Dentingan jam yang menjadi latar belakang suara bagi kegelisahan Diandra, karena ini adalah kali pertamanya ia berbincang, hanya berdua, dengan seorang lelaki asing. Yang bahkan umur perkenalan mereka belum genap satu minggu. Momen berdua pertamanya yang baru saja mereka alami tadi siang, seakan tidak memiliki pengaruh besar bagi Diandra untuk beradaptasi, sifat gugupnya benar-benar melebihi batas.

“Ra, kenapa diem aja? Tadi di chat bawel banget. Sorenya juga heboh ketawa-tawa. Sekarang malah diem?”

Dari awal kedatangannya, Shaka selalu berhasil memimpin percakapan serta menjaga suasana antara dirinya dengan Diandra dari keadaan canggung.

“Ayo jangan diem aja, gue tau dari tadi lo pasti nahan-nahan kan pengen ngata-ngatain? Tuh liat Raaa, sukurin domba punya gue gede-gede semua!”

Diandra masih diam, hanya sesekali terdengar suara tawanya yang seperti ditahan.

“Ra, katanya, kalo kita on mic pas lagi main hago tapi kitanya ga ngomong, nanti di-banned loh ga bisa main hago lagi”. “HAH MASAAA?”

Akhirnya di usahanya yang ke sekian, Shaka berhasil mengelabui gadis itu sambil diam-diam menahan gelak tawanya kuat-kuat.

“Iyaa! Emang lo ga baca apa di terms of servicenya? Ada undang-undang hago, nanti kena denda 250 ribu, hiiiiii.” “YA UDAH IYA INI GUE NGOMONG! HALO HAGO BISA DENGER SUARA AKU KAN? NIH NGOMONG NIH JANGAN BANNED AKUNKU.”

Pada singkapan selimutnya, Shaka hanya mampu berteriak dalam keheningan. Tidak sanggup menahan betapa gemasnya gadis di ujung sambungan teleponnya, pipinya memerah, senyumnya merekah. Entah terlalu polos atau bodoh, tapi Diandra benar-benar terlihat sangat percaya oleh akal-akalan Shaka. Saat ini, Diandra benar-benar tidak berhenti berbicara. Dan Shaka, sangat menikmati itu.

“Shakaaa jangan ketawa terus, mending ganti game, gue sebel hago pilih kasih.” “Hahahahaha kenapa lagi Raaa, pilih kasih kenapa?” “Kenapa domba lo gede-gede semua, yang gue engga? Kayanya hago beneran ngedeteksi akun gue..” “Oke oke hahaha stop gue ngalah! Oke kita ganti game.”

Permainan masih berlangsung, semakin sengit dan semakin menyenangkan, Diandra semakin bisa beradaptasi dengan kehadiran Shaka. Ia memposisikan dirinya tengkurap di atas kasur, dengan balutan piyama bermotif beruang coklat, matanya dari tadi fokus pada layar ponsel dengan dua jari telunjuknya yang bergerak antusias menekan-nekan icon game di atas layar.

“Wait Ra, btw, where did you get that geneveive on your nickname?” “Oh, it’s the one of characters from barbie in the 12 dancing princesses! Gapapa sih, i just in love with her.” “Kayaknya gue tau, yang 12 barbie terus dia nari-nari di atas karpet bunga, terus dia masuk ke negeri ajaib gitu bukan sih? Ga tau deng itu tempat apa pokonya ada serbuk-serbuk emasnya.” “IH SHAKA LO NONTON JUGA?!” “Haha not really, but i'm a bit familiar with it.” “HIIII LUCU BANGET SHAKA TAU BARBIE.”

Setelah itu, hanya ada gelak tawa yang saling bersahutan, diikuti ocehan-ocehan Diandra pada Shaka yang belum juga kehabisan akal untuk terus melontarkan ledekan. Sampai akhirnya suara menguap dari gadis itu terdengar.

“Ngantuk Ra?” Tanya Shaka. “Lumayan sih, udah mulai ngantuk.” “Ya udah yuk, udahan, lo tidur.” “IHHH MASIH SERU GUE BELUM MENANG-MENANG, GUE BELUM KEBAGIAN MILIH GAME.” “Iya Raaa, besok lagi, sekarang tidur dulu. Mata lo udah berair kan dari tadi, ngantuk.” “Ih keren nebaknya. Ya udah deh. So, can i go now?” “Go on, see you Ra.”

Mic off, keduanya meninggalkan permainan. Shaka masih terdiam mengamati profile sang gadis, hingga status hijaunya berubah menjadi offline, barulah ia ikut keluar dari room chat. Dengan lengkungan senyum di bibirnya yang masih terlukis sempurna. Ia bergumam,

“Thanks Ra, i’ve never smiled this much before.”