249; You are the Ocean itself
“Au jangan lari-lari, buku gambarnya ngga akan kabur!”
Ocean berlari kecil, tertinggal sambil memegang satu gelas dum-dum yang tinggal setengah milik Audine. Perempuan yang telah melangkah jauh lebih dulu di depannya itu dari tadi rusuh, berlari kesana-kemari menjelajahi sudut ruang yang lenggang. Tanggal tua, kondisi mall termasuk sepi hari ini. Kapanpun mereka melewati sudut yang sepi pengunjung, Audine akan tiba-tiba menghilang, berlari meninggalkan Ocean, mengitari ruang seolah mall adalah milik dirinya sendiri.
Perempuan itu sampai lebih dulu di depan Gramedia, sambil mengayun-ayunkan tangannya ke arah Ocean yang tertinggal, memberi sinyal untuk bergerak cepat.
Ocean menjewer pelan ujung telinga Audine, memasang tampang sok seram, seperti bapak-bapak galak yang memarahi anaknya.
“Nakal, ngapain lari-lari ntar ilang!” ujar Ocean, nada bicaranya ketus, mengambil peran penuh bapak-bapak galak dengan serius.
“Sakit!” balas Audine, sambil menarik tangan Ocean dari telinganya. “Lebay banget. Di dunia ini tuh ada alat bernama smartphone, yang difungsikan untuk berkomunikasi antar jarak. Kalo aku ilang tinggal telponlah!”
“Hp aku kan di tas kamu, aku telpon kamu pake apa? minjem hp mba-mba gramed?” jawab Ocean tak mau kalah.
“Ada pusat informasi! kamu samperin mba-mbanya, terus sebutin ciri-ciri aku!”
“Dih, ngapain niat amat, kamu aku tinggalin aja!”
Audine tertawa meledek, “Tinggalin aja, kan kunci motor kamu juga di tas aku.”
“Ya udah sana kamu cari aja deh buku gambar sendiri!”
“Kok gitu?!”
Dua orang itu berdebat di depan pintu masuk, hingga menarik perhatian security di depan sana yang kini mulai melemparkan tatapan sinisnya, karena nada suara mereka yang semakin meninggi. Audine sadar akan tatapan itu, reflek ia merapatkan bibir Ocean dengan mencapit ujung bibirnya, menjadikan tampilannya seperti donal bebek dengan bibir yang maju.
“Sssh, kita diliatin satpam, kamu jangan berisik.” ucap Audine tidak tahu diri.
Ocean membelalakkan kedua matanya tanda protes tidak terima, bibirnya masih dalam cubitan tangan Audine, sehingga lelaki itu hanya mampu mengeluarkan gumaman-gumaman tidak jelas yang sebenarnya bisa diartikan sebagai umpatan tersirat.
“Ayo anak ganteng, kita cari buku gambar.”
Kini Audine melepas capitan tangannya dari bibir Ocean, lalu menepuk-nepuk pucuk kepalanya sebelum berjalan masuk, kembali meninggalkan Ocean di depan pintu.
“Au orgil!”
Aroma Gramedia yang selalu terasa khas, ratusan warna-warni buku berjajar rapi menyambut keduanya. Sejuk. Sejuk suhu ruangan berpadu sejuk kedamaian yang seolah menguar dari dalam buku-buku yang ada.
Lelaki itu menyusul Audine, buru-buru meraih bahunya, lalu memutar tubuh perempuan itu ke arah deretan rak berisi alat-alat tulis. Karena Audine sok tahu, berjalan menelusuri rak-rak buku dengan percaya diri, mencari buku gambar di antara deretan buku-buku psikologi.
“Tuh, di sana kalo kamu mau nyari buku gambar, bukan ke sini.” katanya, seraya memutar badan Audine. “Ngga pernah ke gramed sih, jadi ngga tau.”
Audine memutar bola matanya, berdecak sebal. Ia menginjak sebelah kaki Ocean sebelum melengos pergi ke deretan alat tulis, meninggalkan Ocean, lagi.
Ocean tertawa, “Aku di sini, ya, kamu bisa kan nyari sendiri?” dan hanya dibalas oleh Audine yang mengacungkan ibu jarinya tanpa menoleh.
Audine mengitari tiap rak berisi buku gambar dengan pola-pola yang sudah tersedia di tiap lembarnya. Lebih tepatnya, buku mewarnai. Perempuan itu mengambil dua coloring book dengan tema yang sama, laut.
Sorot matanya tertuju pada bermacam animasi hewan-hewan laut yang tercetak di depan covernya, sebelum tatapan itu pindah pada Ocean di ujung sana, tengah berjongkok, fokus membaca sinopsis pada belakang buku di genggaman tangannya.
Audine menghampiri Ocean seraya membawa dua coloring book bersamanya.
“Ocean.” panggil Audine.
“Au, liat deh, The Things You Can See Only When You Slow Down!” sahut Ocean yang lebih antusias menyebut judul pada satu buku di tangannya, “How to be calm and mindful in a fast-paced world, buku self-improvement. Kayaknya bagus buat dibaca sama orang-orang yang punya banyak kesibukan.”
“Kamu mau beli?” tanya perempuan itu. Ocean mengangguk. “Udah ketemu buku gambarnya?” Ocean balik bertanya.
Audine ikut berjongkok, menyamai posisinya dengan Ocean. Lalu menyodorkan dua coloring book dengan cover berbeda. Gurita, penyu, bintang laut yang tersenyum, sangat colorfull, dan satunya lagi bergambar ikan hiu dengan topi bajak laut.
“Kamu suka yang mana?” tanya Audine.
Ocean diam sejenak, masih berusaha mencerna apa maksud dari tujuan Audine yang tiba-tiba membeli dua coloring book untuk anak-anak.
Mungkin untuk Carissa, pikirnya.
“Yang ini.” jawab Ocean seraya menunjuk coloring book bersampul gurita dan bintang laut.
“Kenapa?”
“Yang satunya lagi serem, aku ngga suka hiu.”
Audine terkekeh, “Okey, i’ll choose this one.”
“Lagian, buat Carissa gambarnya lebih cocok yang ini,” ujar Ocean tiba-tiba, sambil mengambil satu coloring book yang telah dipilih, “Dari pada yang hiu, hiiii, liat tuh, mukanya udah galak, nanti Carissa takut!”
“Siapa yang bilang buat Carissa?” Audine tertawa, “Orang aku beli buat kamu.”
“Buat aku?” balas Ocean, sambil mengernyitkan dahi. “Buat apa?”
Audine sedikit bergerak mendekat, meraih punggung tangan milik Ocean, dan menaruh telapak tangannya di atas sana.
“I know, you’re still dealing with your trauma. I can see the fear in your eyes, tapi, aku juga bisa ngeliat, kalo ada sorot mata yang mengharapkan perlawanan yang kamu sendiripun berharap, kamu bisa melawan, to deal with your trauma.” ucap Audine seraya mengelus-elus punggung tangan Ocean dengan satu jari telunjuknya.
“Aku ngga ngerti gimana cara yang bener untuk ngebantu kamu supaya bisa keluar dari rasa takut, tapi, mungkin aku bisa bantu kamu dengan caraku sendiri. Atau seenggaknya, ngebantu kamu untuk sedikit lebih baik, dan ngga survive sendirian.” sambungnya.
Audine mengangkat satu coloring book bertema laut ke hadapan Ocean.
“Liat! ada gurita, penyu, bintang laut, ubur-ubur, kuda laut, mereka semua lucu kan?” kata perempuan itu lagi, “Anggap hewan-hewan lucu ini yang akan kamu temuin di sana. Kayak yang kamu bilang waktu itu, kamu berenang bareng sama ikan-ikan yang lucu. No shark, no godzilla, no dragon sea. Ngga akan ada lagi penghuni laut yang bakal jahat sama kamu.“
Kini Audine menangkup kedua pipi Ocean dengan jarak yang dekat, menatap sorot mata yang menyimpan satu ketakutan itu dengan lembut.
“Ocean, kamu lebih besar dari semua yang ada di lautan, karena kamu samudranya. There will be no sea that can hurt the ocean itself. Ayo kita pelan-pelan kenalan lagi sama laut! aku di sini, i’ll go with you.”